Senin, 02 Januari 2012

Rajam

Hari ini akan menjadi hari yang bersejarah bagi dua cerpenis itu. Hari ini keduanya akan dirajam di Taman Fantasi, setelah sebelumnya disidangkan di Mahkamah Cerpenis. Keduanya didakwa telah melakukan plagiasi. Nandarsu, cerpenis asal Negara Timur, didakwa telah memplagiasi cerpen Ryonosuke Akutagawa yang berjudul Rashomon. Sedang cerpenis satu lagi, Ronijum, dihukum karena memplagiasi cerpen Blokeng, Ahmad Tohari.

Tubuh Nandarsu dan Ronijum ditanam dalam tanah hingga tinggal kelihatan kepalanya. Wajah keduanya pias. Berusaha tampak tegar tapi tak bisa. Wangi kematian menguar di sekitar Taman Fantasi. Satu persatu cerpenis berwajah garang hadir di Taman Fantasi. Cerpenis yang berprofesi sebagai PNS masih mengenakan seragam safarinya, sedang yang bekerja sebagai ustadz masih melekat ditubuhnya baju koko, sarung dan peci, tapi kebanyakan hadir dalam tampilan yang kucel: jins belel robek di dengkul, jaket lusuh dan kaos yang berhari-hari tak dicuci, serta tentu saja rambut gondrong.

Tanah lapang medan eksekusi itu dipagari anyaman bambu. Bagi yang tak memiliki Kartu Tanda Cerpenis (KTC) dilarang masuk. Ada seorang penjaga di pintu masuk. Tugasnya membagikan batu sekepalan tangan kepada para perajam dan memeriksa KTC. Di luar pagar pedagang jagung bakar, kacang rebus, gorengan, siomay, kopi, air mineral, nasi goreng dan rokok sudah berjubel. Warga sekitar Taman Fantasi juga berbondong-bondong hadir. Padahal ketika pilgub beberapa tahun lalu tak seramai ini.

“Aku sudah tak sabar ingin melempar batu ini ke muka Nandarsu dan Ronijum,” kata cerpenis dari Pulau Cicak sembari mengambil kotak snack dari seorang penerima tamu yang jelita. Lantas ia duduk di kursi merah yang telah disediakan panitia.

“Sama, aku juga mau melihat darah mengucur dari pelipis, mata dan kening dua cerpenis laknat itu,” timpal cerpenis dari Dataran Tinggi Kabut Kelabu, yang datang ke Taman Fantasi dengan cerpenis dari Pulau Cicak. Mereka naik pesawat yang sama. Tiket pesawat mereka ditanggung panitia.

Setelah Ketua Mahkamah Cerpenis membacakan putusan dan memeberi sepatah dua patah kata sambutan, ia meminta para hadirin untuk berdiri dan maju ke panggung arena perajaman. Dengan sigap para cerpenis menuju panggung kehormatan. Di depan panggung itu dua kepala menunggu dengan pasrah. Ketua Mahakamah Cerpenis memberi aba-aba regu pertama untuk melempar batu yang sudah mereka genggam. Ada sembilan regu yang akan merajam pada kesempatan kali ini.

Satu, dua, dan tiga. Batu-batu meluncur deras menyasar kepala Nandarsu dan Ronijum.  Tapi, ajaib! Sungguh ajaib! Batu-batu itu tak satu pun mengenai kepala keduanya. Berang melihat pemandangan itu, semua cerpenis dengan beringas melempar batu tanpa mengingat lagi ada di regu berapa mereka. Seketika mata para perajam terbeliak manakala melihat sekawanan burung menukik ke arah Ronijum dan Nandarsu. Entah dengan kekuatan seperti apa burung-burung hitam itu mengangkat tubuh Nandarsu dan Ronijum ke langit. Keduanya lantas menghilang.  Di telan langit yang mendadak mendung.

Nyaris semua perajam mendongakkan kepala ke langit. Bingung dan takjub. Mereka merasa kecewa sekali.
Tiba-tiba muncul para Penunggang Kupu-Kupu dengan kupu-kupu hitam bersayap lebar. Para Penunggang Kupu-Kupu sejatinya adalah para cerpenis yang telah berguru pada seorang dukun di selatan. Semua perajam, dengan bantuan para Penunggang Kupu-Kupu naik ke sayap kupu-kupu. Mereka melesat. Sayang, belum jauh mereka terbang, sayap kupu-kupu itu terbakar. Mereka jatuh, terjerembab. Dan untuk kedua kalinya, mereka merasa kecewa sekali.

Ciputat, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar